Joni adalah
3 orang bersaudara. Dia anak yang tertua
dan mempunyai dua orang saudara. Adiknya yang ke dua bernama
Nurma dan yang ke tiga adalah Toni. Diapun tidak tahu arti namanya itu. Yang
dia tahu Dulu orang tua memberi nama anaknya apa yang dia lihat itu
yang dia namai anaknya. Seperti kasihan,upiak abu dll.
”Minangkabau tanah nan den cinto…..
Bilo den kana hati den taibo........”
Lagu itu masih ada dalam benak joni..
Saat lamunan joni
tersentak oleh panggilan istrinya. Istri yang dia nikahi sudah 20 tahun
lamanya. Yang telah mengucapkan sumpah dan janji sehidup semati. Istri yang setia kepada suaminya. Taat
kepada perintah suaminya. Dan Yang
membuat joni senang di dekatnya. Melihat joni melamun istrinya bertanya ”kenapa uda?,ada apa uda? Sembari
mendekat kepada joni yang melamun.. sepertinya dia ingin menjadi bagian tubuh
lelaki itu. Ingin merasakan apa yang diraskan lelaki itu. Memang lelaki itu
sudah tua buktinya ototnya yang dulunya kokoh kini hanya tinggal tulang yang sedikit
di balut dengan daging. Kemudian istrinya melanjutkan pertanyaanya” mengapa uda melamun seperti ini,biasa nya tak pernah denai melihat uda seperti ini.
Bagikan duka uda dengan saya, siapa tau
saya bisa membantu uda. Insya allah da” mendegar ucapan istrinya berdegup lah darah di dada. Dalam
hatinya” terima kasih gusti kau telah memberikan
kepadaku istri yang sholeh, dan karna
dia juga hidup ini berarti”. Kembali istrinya berkata ” kok melamun lagi uda?,cerita lah sama saya”.
Sembil
menarik nafas dalam joni pun mulai bercerita secara perlahan tapi pasti karna dia takut suara nya terdengar oleh masyarakat
sekitar. Maklum rumah yang sederhana itu dapat terdengar oleh orang di sana.
Rumah yang sederhana dilapisi oleh atap rumbia dan dinding kayu hasil olah
tangannya beserta tetangga sekitar. Tapi Rumah itu sangat berarti bagi dia dan keluarganya. Disana dia bisa mendengar
gelak tawa anak-anak yang dulu dia didik
dan sekarang tak tahu lagi dimana mereka berada. Pergi merantau ke jakarta tapi
tak pulang-pulang. Mungkin itu hanya cobaan bagi yang kuasa dalam menghadipi
hidup yang nista ini . tapi dia tetap bersikukuh untuk tingal disana bersama
istrinya. Tidak tahu mengapa apa yang menyebabkan dia bersikukuh disana.
Mungkin menunggu datang nya ilham dari gusti untuk menyadarkan anak-anak yang
dia sayangi dulunya.
Tapi pada malam itu bukan anak-anaknya yang dia
persoalkan tapi masalah yang lainya.
” siti, kau tau kemenakan uda? Si
nurlaila?” . ” tau uda” jawab istrinya sopan. ” ya itu yang membuat uda pusing
sekarang siti. Sebntar lagi dia mau masuk sekolah dan tentu uang nya juga tak sedikit siti.
Begitu banyak keperluan kita. Dan pendapatan kita akhir-akhir ini juga menipis.
Dan tentu tugas ku sorang mamak harus ku
jalan kan. Tidak mungkin aku lepas tangan kepada kemenakan ku, Sitti” . sitti segera mengambil peran soran isrti
menenangkan suaminya. ” uda rezki itu sudah di atur uda. Tentu uda
juga harus bertanggung jawab kepada keponakan uda kan uda anak pertma juga.
Jadi uda juga harus bertanggung jawab kepada adik-adik uda dan juga kepada umi
uda”.
” ya siti, uda tau. Tapi yang uda pikirkan
bukan masalah itu siti. Umi nya si nurlaila, nurma bilang seperti ini sama
uda.”percuma uda jadi anak tertua . Uda lihat kan saya sekarang
sakit tak bisa cari uang tuk si nurlaila. Uda juga lihat kan ekonomi kami. Anak
kami bertiga uda. Dan tentu juga uda harus bertanggung jawab kepada mereka””. Sebenarya ada kata nurma yang tak joni
ungkapkan kepada sitti karna takut hati belahan jiwanya sakit. Sebenarnya Adik joni mengatakan kalau sebagai laki-laki jangan di perbudak
oleh istri saja. Padahal aku yang berusaha mencari nafkah, tapi sitti yang
memegang uang semuanya. Padahal
semua itu salah. Tak pernah sitti melakukan hal yang demikian. Padahal modal
berjualan itu adalah modal dari keluarag siti, sedangkan joni tak punya
apa-apa. Dan joni hanya sorang laki-laki kampung yang terlahir dari keluarga
miskin yang tak bergelimang harta seperti sitti. Padahal yang selama ini
membantu mereka adalah keluarga sitti sendiri. Sitti yang berusaha meminjam
uang kepada ortunya untuk adikku, pada waktu itu adikku sakit dan tentu
membutuhkan uang yang sangat banyak tuk berobatnya. Dan kami pada saat itu juga
tidak punya uang tapi adikku terus mendesakku sehingga terpaksa kalung si sitti
yang aku jual untuk membantu berobatnya si nurma. Tapi nurma tak mau berterrima
kasih kepada istri joni. Bahkan ibu joni juga berkata ”untuk apa kau menikah
dengan orang kaya seperti itu, tapi tak dapat membantu adikmu”.
Dlam hatinya berkata ”tuhan mengapa seperti ini. Kenapa ibuku sendiri berkata seperti itu
kepada ku, padahal ketika adikku merantau ke jakarta dan ibuku mengirim beras, padahal dia sudah berkeluarga
dan tentu juga hidupnya berkecupan. Tapi tak pernah ia mengijakkan kaki ke rumah
ini lagi. Sampai akhirnya ayah kami meninggal dia pun berkata ”duluan saja tak
usah menunggu saya. Saya jauh ini ntah jam berapa sampainya”. Tuhan terasa sesak jantung ini mendengar ucapan
si toni. Padahal dia yang di sayang oleh ayah dan ibu. Demi dia mau orang tuaku
makan pakai sayur dan samba lado saja dirumah. Padahal ayah ingin dia pegang.
Apa kata ayahku nanti kalau seandainya dia tau anaknya seperti itu. Air mata
pun menetes dari mataku. Tak kuasa menahan prilaku adik-akdiku yang gila harta.
Bahakan sudah berbulan-bulan ayah menahan sakit
karna diebetes kata dokter. Tak nampak pun puncak hidunya di rumahitu. Ayah waktu itu berpesan kepada joni ” joni kalau aku mati nanti, jangan kau ambil
hati semua tindakan adik-adkmu. Tak usah kau bersedih hati karna ulah mereka.
Karna ayah sudah tau sifat mereka. Dan nanti jika ibu mu
berkata kau tak ada gunanya. Jangan kau hiraukan. Selama ini yang mengurus ku
adalah kau. Tak ada adik-adik mu. Si nurma yang dekat rumahnya dari sini tak
pernah dia melihat ayahmu.ayah tak tau salah ayah. Mungkin ayah terlalu keras
mendidiknya waktu kecil. Tapi ayah rasa kau lebih keras dari pada mereka ayah
didik dan masalah si toni tak usah kau kawatir. Tak usah kau pusing-pusing
memikirkan dia. Ayahpun tak berharap juga nantinya dia mandikan. Tak pernah dia
berterimakasih kepada ayah saat kami bersusah payah mengirimkan kebutuhan
kepadanya. Kalau di sini ada reski pasti kami kirim kepadanya. Itu pun atas
suruhan ibu mu nak. Mungkin karna dia anak bungsu jadi tahu lah dirimu kalau
anak bunggsu seperti apa manjanya.” ”uhuk-uhuk” segera joni mengambilkan air utuk ayahnya. Kakek tua itu terus melanjutkan ceritanya” ini
ada utang ayah sama sesorang. Itu ada sawah di belakang, kau jual lah kepada
siapa pun kau jual tak masalah karna itu bukan tanah pusaka. Jika uangnya
kurang tolong kau bantu ayah tuk melunasinya. Itu lah pesan yang terngiang
di telinga joni. Disana tertulis sutan mudo. Tapi joni tak tahu siapa sutan
mudo itu. Hingga sampai sudah memperinggati hari ke 100 hari ayah meninggal
baru joni tahu ternyata sutan mudo itu adalah gelar adiknya toni saat dia masih kecil. Aku tak menyangka
kenapa ayahnya menyuruhnya membayar hutang kepada adiknya. Mungkin toni pernah mengasih
ayah barang yang mungkin ayahnya menyebutnya sebagai hutangnya kepada toni.
Kini tinggal adik joni yang nomor dua di kampung
ini. Entah apa salah istrinya mereka sering mengunjingkan istri joni sesama bako
si sitti. Padahal itu kan menantu ibu joni sendiri. Kalau bukan bantuan istri
joni tak mungkin joni bisa menolong mereka. memang modal yang di berikan oleh
orang tuanya untuk modal bagi joni dan istriya ,tapi tentu joni harus mempunyai
tanggung jawab sebagai suami tentunya.
Akhirnya waktu itu sudah dekat juga. Adik joni meminta bantuan nya kepadanya. Seakan tutur kata nya sangat bersahaja
kepadanya dan istrinya. ”Tuhan apakah
mereka harus dalam kepura-puraan. Dan apakah tugas ku seorang mamak harus
seperti itu? Membiayai kemenakan. Memang pantas mamak seperti
itu tapi dimana tanggung jawab suami adikku kepada keluarganya?.
”Sampai
sekarang aku tak tahu apa fungsi mamak sebenarnya. Bukan kah mamak itu
membimbing kemenakan. Memang dalam bersaudara harus tolong menolong? Tapi
apakah harus seperti in?’
tutur joni
*** bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar