Selasa, 11 Maret 2014

AKU SEORANG MAMAK


Joni  adalah 3 orang bersaudara. Dia  anak yang tertua dan  mempunyai  dua orang saudara. Adiknya yang ke dua bernama Nurma dan yang ke tiga adalah Toni. Diapun tidak tahu arti namanya itu. Yang dia tahu  Dulu orang tua  memberi nama anaknya apa yang dia lihat itu yang dia namai anaknya. Seperti kasihan,upiak abu dll.

”Minangkabau tanah nan den cinto…..
Bilo den kana hati den taibo........”
Lagu itu masih ada dalam benak joni..
Saat lamunan joni  tersentak oleh panggilan istrinya. Istri yang dia nikahi sudah 20 tahun lamanya. Yang telah mengucapkan sumpah dan janji sehidup semati. Istri yang setia kepada suaminya. Taat kepada perintah suaminya. Dan  Yang membuat joni senang di dekatnya. Melihat joni melamun istrinya bertanya ”kenapa uda?,ada apa uda? Sembari mendekat kepada joni yang melamun.. sepertinya dia ingin menjadi bagian tubuh lelaki itu. Ingin merasakan apa yang diraskan lelaki itu. Memang lelaki itu sudah tua buktinya ototnya yang dulunya kokoh kini hanya tinggal tulang yang sedikit di balut dengan daging. Kemudian istrinya melanjutkan pertanyaanya mengapa uda melamun seperti ini,biasa nya  tak pernah denai melihat uda seperti ini. Bagikan duka uda dengan  saya, siapa tau saya bisa membantu uda. Insya allah da”  mendegar ucapan  istrinya berdegup lah darah di dada. Dalam hatinya”  terima kasih gusti kau telah memberikan kepadaku istri yang sholeh,  dan karna dia juga hidup ini berarti”. Kembali istrinya berkata ” kok melamun lagi uda?,cerita lah sama saya”.
 Sembil menarik nafas dalam joni pun mulai bercerita secara perlahan tapi pasti  karna dia takut suara nya terdengar oleh masyarakat sekitar. Maklum rumah yang sederhana itu dapat terdengar oleh orang di sana. Rumah yang sederhana dilapisi oleh atap rumbia dan dinding kayu hasil olah tangannya beserta tetangga sekitar. Tapi  Rumah itu sangat berarti bagi  dia dan keluarganya. Disana dia bisa mendengar gelak tawa anak-anak  yang dulu dia didik dan sekarang tak tahu lagi dimana mereka berada. Pergi merantau ke jakarta tapi tak pulang-pulang. Mungkin itu hanya cobaan bagi yang kuasa dalam menghadipi hidup yang nista ini . tapi dia tetap bersikukuh untuk tingal disana bersama istrinya. Tidak tahu mengapa apa yang menyebabkan dia bersikukuh disana. Mungkin menunggu datang nya ilham dari gusti untuk menyadarkan anak-anak yang dia sayangi dulunya.
Tapi pada malam itu bukan anak-anaknya yang dia persoalkan tapi masalah yang lainya.
siti, kau tau kemenakan uda? Si nurlaila?” . ” tau uda” jawab istrinya sopan. ”  ya itu yang membuat uda pusing sekarang siti. Sebntar lagi dia mau masuk sekolah  dan tentu uang nya juga tak sedikit siti. Begitu banyak keperluan kita. Dan pendapatan kita akhir-akhir ini juga menipis.  Dan tentu tugas ku sorang mamak harus ku jalan kan. Tidak mungkin aku lepas tangan kepada kemenakan ku, Sitti” .  sitti segera mengambil peran soran isrti menenangkan suaminya. ”  uda rezki itu sudah di atur uda. Tentu uda juga harus bertanggung jawab kepada keponakan uda kan uda anak pertma juga. Jadi uda juga harus bertanggung jawab kepada adik-adik uda dan juga kepada umi uda”.
” ya siti, uda tau. Tapi yang uda pikirkan bukan masalah itu siti. Umi nya si nurlaila, nurma bilang seperti ini sama uda.”percuma uda jadi anak tertua . Uda lihat kan saya sekarang sakit tak bisa cari uang tuk si nurlaila. Uda juga lihat kan ekonomi kami. Anak kami bertiga uda. Dan tentu juga uda harus bertanggung jawab kepada mereka””. Sebenarya ada kata nurma yang tak joni ungkapkan kepada sitti karna takut hati belahan jiwanya sakit. Sebenarnya  Adik joni mengatakan  kalau sebagai laki-laki jangan di perbudak oleh istri saja. Padahal aku yang berusaha mencari nafkah, tapi sitti yang memegang uang semuanya. Padahal semua itu salah. Tak pernah sitti melakukan hal yang demikian. Padahal modal berjualan itu adalah modal dari keluarag siti, sedangkan joni tak punya apa-apa. Dan joni hanya sorang laki-laki kampung yang terlahir dari keluarga miskin yang tak bergelimang harta seperti sitti. Padahal yang selama ini membantu mereka adalah keluarga sitti sendiri. Sitti yang berusaha meminjam uang kepada ortunya untuk adikku, pada waktu itu adikku sakit dan tentu membutuhkan uang yang sangat banyak tuk berobatnya. Dan kami pada saat itu juga tidak punya uang tapi adikku terus mendesakku sehingga terpaksa kalung si sitti yang aku jual untuk membantu berobatnya si nurma. Tapi nurma tak mau berterrima kasih kepada istri joni. Bahkan ibu joni juga berkata ”untuk apa kau menikah dengan orang kaya seperti itu, tapi tak dapat membantu adikmu”.

Dlam hatinya berkata ”tuhan mengapa seperti ini. Kenapa ibuku sendiri berkata seperti itu kepada ku, padahal ketika adikku merantau ke jakarta dan ibuku  mengirim beras, padahal dia sudah berkeluarga dan tentu juga hidupnya berkecupan. Tapi tak pernah ia mengijakkan kaki ke rumah ini lagi. Sampai akhirnya ayah kami meninggal dia pun berkata ”duluan saja tak usah menunggu saya. Saya jauh ini ntah jam berapa sampainya”. Tuhan terasa sesak jantung ini mendengar ucapan si toni. Padahal dia yang di sayang oleh ayah dan ibu. Demi dia mau orang tuaku makan pakai sayur dan samba lado saja dirumah. Padahal ayah ingin dia pegang. Apa kata ayahku nanti kalau seandainya dia tau anaknya seperti itu. Air mata pun menetes dari mataku. Tak kuasa menahan prilaku adik-akdiku yang gila harta. Bahakan sudah berbulan-bulan ayah menahan sakit karna diebetes kata dokter. Tak nampak pun puncak hidunya  di rumahitu. Ayah waktu itu berpesan kepada joni ” joni kalau aku mati nanti, jangan kau ambil hati semua tindakan adik-adkmu. Tak usah kau bersedih hati karna ulah mereka. Karna ayah sudah tau sifat mereka. Dan nanti jika ibu mu berkata kau tak ada gunanya. Jangan kau hiraukan. Selama ini yang mengurus ku adalah kau. Tak ada adik-adik mu. Si nurma yang dekat rumahnya dari sini tak pernah dia melihat ayahmu.ayah tak tau salah ayah. Mungkin ayah terlalu keras mendidiknya waktu kecil. Tapi ayah rasa kau lebih keras dari pada mereka ayah didik dan masalah si toni tak usah kau kawatir. Tak usah kau pusing-pusing memikirkan dia. Ayahpun tak berharap juga nantinya dia mandikan. Tak pernah dia berterimakasih kepada ayah saat kami bersusah payah mengirimkan kebutuhan kepadanya. Kalau di sini ada reski pasti kami kirim kepadanya. Itu pun atas suruhan ibu mu nak. Mungkin karna dia anak bungsu jadi tahu lah dirimu kalau anak bunggsu seperti apa manjanya.” ”uhuk-uhuk” segera joni mengambilkan air utuk ayahnya.  Kakek tua itu terus melanjutkan ceritanya”  ini ada utang ayah sama sesorang. Itu ada sawah di belakang, kau jual lah kepada siapa pun kau jual tak masalah karna itu bukan tanah pusaka. Jika uangnya kurang tolong kau bantu ayah tuk melunasinya. Itu lah pesan yang terngiang di telinga joni. Disana tertulis sutan mudo. Tapi joni tak tahu siapa sutan mudo itu. Hingga sampai sudah memperinggati hari ke 100 hari ayah meninggal baru joni tahu ternyata sutan mudo itu adalah gelar adiknya  toni saat dia masih kecil. Aku tak menyangka kenapa ayahnya menyuruhnya membayar hutang  kepada adiknya. Mungkin toni pernah mengasih ayah barang yang mungkin ayahnya menyebutnya sebagai hutangnya kepada toni.

Kini tinggal adik joni yang nomor dua di kampung ini. Entah apa salah istrinya mereka sering mengunjingkan istri joni sesama bako si sitti. Padahal itu kan menantu ibu joni sendiri. Kalau bukan bantuan istri joni tak mungkin joni bisa menolong mereka. memang modal yang di berikan oleh orang tuanya untuk modal bagi joni dan istriya ,tapi tentu joni harus mempunyai tanggung jawab sebagai suami tentunya.
Akhirnya waktu itu sudah dekat juga. Adik joni meminta bantuan nya kepadanya. Seakan tutur kata nya sangat bersahaja kepadanya dan istrinya. ”Tuhan apakah mereka harus dalam kepura-puraan. Dan apakah tugas ku seorang mamak harus seperti itu? Membiayai kemenakan. Memang pantas mamak seperti itu tapi dimana tanggung jawab suami adikku kepada keluarganya?.
”Sampai sekarang aku tak tahu apa fungsi mamak sebenarnya. Bukan kah mamak itu membimbing kemenakan. Memang dalam bersaudara harus tolong menolong? Tapi apakah harus seperti in?’ tutur joni
*** bersambung

Tidak ada komentar: